"Dunia yang penuh hitam dan
putih. Profesi yang kurang
dipandang sebagai kisah heroik.
Tetapi, apakah jurnalis
merupakan sekumpulan kawanan
heroik yang dapat memberikan
posisi teratas dalam masalah
mencari fakta berdasarkan realita
lapangan?"
Dunia jurnalisme sekarang ini telah
mengalami gejolak perkembangan
yang masih abu-abu. Konteks abu-abu
ini dikarenakan bahwa sebagian orang
memandang profesi ini tidak dapat
dipercaya dan sebagian lagi memilih
untuk melihat keobyektifan dari
berita yang dihasilkan. Seperti yang
dirilis baru-baru ini oleh situs
Reader's Digest di Australia, bahwa
di Australia profesi sebagai Jurnalis/
Wartawan menempati posisi 6
terbawah dari 49 profesi yang dapat
dipercayai. Begitu juga dengan
Inggris, dalam situs journalism.co.uk,
profesi jurnalis menempati urutan 3
besar teratas dalam profesi yang
paling tidak bisa dipercaya. Senada
dengan kedua negara tadi,Negeri
Paman Sam, Amerika Serikat (AS)
juga begitu. Di AS, menurut lembaga
survei yang cukup kredibel yaitu
Gallup, menyimpulkan bahwa di AS
profesi sebagai jurnalis/ wartawan
sudah mulai tidak dipercaya oleh
kalangan publik Amerika Serikat.
Pertanyaan yang kemudian muncul
adalah, Bagaimana dengan profesi
jurnalis/wartawan di Indonesia?
Belum ada satu survei di Indonesia
yang coba untuk menelesik lebih
dalam terhadap kondisi profesi
jurnalis/wartawan di Indonesia
sekarang ini. Jika dilakukan pun
sepertinya hasilnya juga masih abu-
abu. Jika dilihat dari media yang ada
Indonesia, kebanyakan dari media
tersebut dimiliki oleh para elite yang
memiliki kepentingan politik di balik
layar kaca tersebut. Dan satu senjata
untuk terus memajukan independensi
media yang ada sekarang ini adalah
melawan. Melawan dan tetap
menegakkan idealisme dalam
penyajian berita yang berimbang.
Hal kronis yang patut dilihat dari
pola idealisme itu adalah ketika
seorang wartawan/jurnalis berusaha
untuk menampilkan berita atau
memberikan topik yang berimbang,
tetapi jika berita tersebut sudah
sampai dipihak redaktur belum tentu
berita tersebut yang akan
ditampilkan/diterbitkan. Alhasil,
para pewarta yang sudah mencoba
menegakkan independensi itu
akhirnya kalah akibat kekuasan elite
dari pemilik modal dari media tempat
jurnalis tersebut bekerja. Prihatin.
Keprihatinan yang lain adalah
masalah ekonomi, terkati dengan gaji
seorang jurnalis. Berkisar antara 1-3
juta, itulah gaji seorang jurnalis di
Indonesia. Minimnya gaji tersebut
membuat tidak sedikit para teman-
teman wartawan untuk mencari
pekerja sampingan, ada yang
menjadi tukang ojek untuk mengisi
kantong dan membiayai hidup
keluarganya, ada juga yang
berjualan keliling. Dan satu hal yan
harus diketahui bahwa wartawan
amplop juga menjadi salah satu
tumbal akibat minimnya gaji sebagai
wartawan/jurnalis.
Tidak sedikit pula, pewarta yang
gajinya minim memilih untuk menjadi
wartawan amplop. Oleh sebab itu,
keobyektifan suatu berita
berdasarkan fakta sudah tidak lagi
menjadi harga mahal bagi wartawan
amplop itu. Harga mahal itu hanya
dibayar dengan amplop yang tebal
juga. Proyeksi atau cerminan profesi
ini masih berkeliaran pada kalangan
media-media di Indonesia.
Selain itu masih ada permasalahan
lain, adalah membuat berita yang
tidak kredibel. Salah satu
penyebabnya adalah Deadline . Jika
deadline sudah ditentukan dan
seorang wartawan/jurnalis tidak
dapat mencari berita di lapangan,
maka hal-hal seperti memanupulasi
data berita pun sudah pasti
dilakukan. Subjektivitas dari seorang
jurnalis pun dikeluarkan dengan
mengabaikan objektivitas dari sebuah
berita.
Perosalan-persoalan ini bukan lagi
rahasia bagi sesama pekerja media,
tetapi sudah menjadi hal yang umum
bagi pekerja jurnalis. Lantas, apakah
profesi ini masih dapat dipercaya di
Indonesia?
Jawabannya, adalah Harus. Harus
percaya. Hal ini dikarenakan profesi
ini butuh dukungan dari masyarakat
secara umum untuk tetap bisa
memberikan fakta yang sesuai realita
di lapangan. Dukungan dari
masyarakat tentu sangat diperlukan
untuk tetap meyakinkan para pewarta
untuk tetap bersemangat dalam
memberikan informasi secara aktual
dan terpercaya.
Harapan masih tetap ada. Masih
banyak jurnalis-jurnalis yang masih
teguh terhadap komitmen dalam
meletakan kode jurnalistik di atas
puncak aturan profesi tersebut.
Seperti ksatria samurai yang rela
mati-matian untuk menjaga suatu
restorasinya, begitu juga jurnalis
yang tetap menegakkan independensi
dalam menyajikan berita kepada
masyarakat.
Kamis, 16 Januari 2014
Keprihatinan Dunia Jurnalisme Saat Ini
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
CONVERTER PDF to Word Full Serial
AnyBizSoft PDF to Word Converter 3.0.0 Full Serial halo teman2, kali ini saya akan share tentang software AnyBizSoft PDF to Word Converte...

-
AnyBizSoft PDF to Word Converter 3.0.0 Full Serial halo teman2, kali ini saya akan share tentang software AnyBizSoft PDF to Word Converte...
-
Sebuah teks diblok, ingin disalin namun ternyata salah tekan sehingga terhapus. Apabila mengetik di desktop tentu gampang mengembalikannya...
-
Raden Mas Adipati Ario Dhipokoesoemo dan Raden Ayu (Adipati Batang) | Gulik R.H. Van Foto ini diambil pada tahun 1930 sebelum Ba...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar